Wednesday, February 4, 2015

Strategi Peningkatan Kompetensi Guru



Akhir-akhir ini dunia pendidikan di Indonesia sedang memberbincangkan profesionalisme guru yang banyak menyedot perhatian dari berbagai kalangan. Mulai dari guru, akademisi, politisi, sampai wartawan menyoroti masalah profesionalisme guru. Kalangan guru menyambut gegap gempita seolah-olah mereka mendapatkan “durian runtuh” karena iming-iming mendapatkan tunjangan profesional tanpa adanya perlakuan yang beda antara guru negeri dan swasta. Para akademisi senantiasa memberikan perhatian bagaimana peningkatan profesionalisme guru, yang tentu saja hal ini secara langsung juga akan merubah tingkat kompetensi guru itu sendiri.
Kompetensi sering didefinisikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap nilai yang terwujud kebiasaan berfikir dan bertindak. Seorang guru dianggap kompeten jika secara konsisten mampu menampilkan/menunjukan kemampuan yang spesifik, yang sangat diamati, dan diukur.[1] Seperti kemampuan guru dalam merancang perencanaan pembelajaran. Perencaan Pembelajran (RPP dan Silabus) adalah salah satu indikator dan wujud profesionalitas guru. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan menyusun perencaan pembelajaran yang bagus dan benar. Guru yang tidak mempersiapkan perencaan pembelajaran patut dipertanyakan profesionalismenya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasioal Pendidikan, pendidik atau guru merupakan salah satu aspek dalam pendidikan yang harus distandarkan untuk menjaga mutu pendidikan di Indonesia. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dubuktikan dengan ijasah dan/atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi padagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan komptensi sosial. Selanjutnya, kompetensi guru profesional dijabarkan lebih detail melalui Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007.
Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi profesional adalah penguasaan materi yang diampu, kemampuan mengembangkan materi yang diampu, serta kemampuan mengembangkan keprofesinalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif dengan memanfaatkan tekhnologi informasi. Sedangkan kompetensi padagogis guru adalah kemampuan yang terkait dengan kependidikan atau metodologis, seperti :
  1. Menguasai karekteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
  2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
  3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
  4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
  5. Memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
  6. Menfalisitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
  7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
  8. Menyelenggarakan penilaiaan dan evaluasi proses dan hasil belajar.
  9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
  10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 ayat (5) menegaskan bahwa kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang :
  1. Mantap
  2. Stabil
  3. Dewasa
  4. Arif dan bijaksana
  5. Berwibawa
  6. Berakhlaq mulia
  7. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
  8. Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan
  9. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Ayat (16) menegaskan pula bahwa kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat sekurang-kurangya meliputi kompetensi untuk:
  1. Berkomunikasi lisan, tulisan, dan isyarat.
  2. Mengggunakan tekhnologi komunukasi dan informasi secara fungsional.
  3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik: dan
  4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Noone Buchari, mengutip dari Tammy Belavek, menambahkan kiranya jika setiap guru yang ingin tampil terbaik seseorang guru seharusnya :
  1. Memiliki misi
  2. Memiliki suatu keyakinan positif bahwa dia mampu bekerja dengan sukses bersama-sama peserta didik.
  3. Mengenal bahwa pilihan yang dibuat memiliki dampak yang mendalam terhadap keberhasilan dirinya.
  4. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah yang memungkinkan bagi guru untuk mengatasi setiap tantangan yang mereka hadapi.
  5. Membangun hubungan positif dengan peserta didik. Mereka menyadari bahwa semakin banyak peserta didik percaya, semakin banyak keinginan peserta didik untuk belajar bersama guru.
  6. Membangun hubungan yang positif dengan orang tua  atau pengasuh.
  7. Memelihara sikap positif.
  8. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang membantu guru memotivasi dan meningkatkan efektifitas kegiatan kelas.
  9. Mengambil langkah yang diperlukan untuk menghindari guru.
  10. Mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan yang terbesar di luar mengajar.
  11. Menjadi bagian dari keseluruhan tim sekolah.
  12. Mengajar peserta didik dengan strategi pilihan, sehingga peserta didik dapat mencapai potensi yang tertinggi dan meraih keberhasilan.[2]
Mengigat posisi guru sebagai pekerjaan profesional, diperlukan beberapa strategi pengembangan profesionalisme agar guru memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas dan memberikan layanan pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan secara publik. Ada tiga level yang dapat dijadikan titik tolak sebagai strategi pengembangan profesionalsme, yaitu level personal , level sekolah, dan level pemerintah.
Guru yang profesional selayaknya mencerminkan profil guru yang efektif (effective teacher) dan hebat (great teacher) yang bisa membangun kompetensi diri mulai dari kehidupan sehari-hari guru akan menjadi guru yang bermakna dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Profil guru yang efektif dan hebat bisa mengembangkan tujuh kebiasaan (7th habits of highly affective family) dan delapan kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan sosial dimana mereka tinggal 7 (tujuh) habits/kebiasaan atau sering disebut dengan istilah (seven habits ) adalah terdiri beberapa kebiasaan sebagai berikut :
  1. Proaktif.
  2. Membangun visi (cita-cita).
  3. Menyusun prioritas kehidupan.
  4. Berusaha memahami orang lain lebih dulu baru mengharap orang lain memahami kita.
  5. Saling menyenangkan dalam hubungan dengan orang lain.
  6. Bersinergi dengan orang lain.
  7. Memperbaharui kehidupan.
Peningkatan profesionalisme guru di samping dimulai dari diri guru, juga didukung degan kebijakan di level sekolah. Sebagai organisasi yang di dalamnya terdiri dari orang yang mengurus atau mengelola dan atau dikelola, guru merupakan bagian yang harus dikelola dengan baik sehingga berdampak positif bagi sekolah. Peningkatan kompetensi guru dilevel sekolah melalui penerapan manajemen sekolah yang efektif dapat berupa :
1.    Pengembangan sekolah sebagai organisasi dan kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru.
2.    Pengembangan sekolah berbasis orientasi kesiswaan dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dan guru.
Dimensi berikutnya dalam meningkatkan kompetensi guru adalah melalui kebijakan dilevel pemerintah, yang meliputi :
  1. Pengembangan standar profesional.
  2. Pengujian kompetensi, baik guru lama maupun guru baru.
  3. Menekankan kualitas guru dari pada kuantitas.
  4. Evaluasi kompetensi guru secara periodik.
  5. Pengembangan profesional (Inservice Training).
6.       Penegakan kode etik.
Dengan demikian “guru profesional” bukan lagi hanya sekedar istilah semata, akan tetapi terbukti dengan mutu, dedikasi, dan kinerja guru yang betul-betul profesional, yang tentu saja tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan dapat mencetak generasi penerus yang dapat membawa Indonesia menjadi bangsa dan negara yang bermartabat dan disegani oleh negara-negara lain. JAYALAH GURU, JAYALAH INDONESIA!

Oleh: Nurholis Faturohman, S.Pd.I. 

No comments:

Post a Comment